Inilah Hidup
Embun pagi merasuk
ke pori-pori kulitku, aku diam seorang diri di emperan mushollah.
menerawang jauh terpaku menatap detik-detik munculnya matahari pagi.
damai menyeliputi tubuhku. tiba-tiba air mata menetes di pipi, aku tidak
tahu mengapa hal ini terjadi padaku. mengitu menyakitkan seperti pisau
yang menyayat hati begitu parah tak tertolong, aku lelah, capek, dan
tidak tahan atas semua ini. aku tidak tahu kenapa hari itu bisa terjadi
padaku, kenapa? sungguh aku tidak terima atas semua ini.
malam itu begitu gelap, aku tidak dapat melihat jelas benda yang ada di depanku. banyangan hitam semakin mendekat ke arahku , langkahku semakin berat dan badanku melemas. aku coba untuk mengerahkan semua tenaga yang masih tersisa. tapi aku tidak bisa, badanku semakin melemas dan tak kuat untuk menopang badan dengan berat cuman 37kg ini. aku tersungkur ke lantai dan seketika tidak ingat apa-apa. 2 jam kemudian aku terbangun dengan percikan air yang menerpa wajahku, aku kaget dan tak mampu untuk berkata apa-apa. semua orang menatapku dengan mencibir dan menghina, seakan melihat kotoran. dan seketika itu juga mereka berjalan pergi meninggalkan aku yang terkapar di jalan. beruntung ada seorang kakek tua dengan setengah membungkuk mengulurkan tangan agar aku bisa berdiri. tangaku yang hanya berbalut kulit tak kuat untuk meraih tangan kakek tua itu. melihat kondisiku yang sangat lemat kakek itu pergi meninggalkan aku, aku terkapar di jalan sendirian. dingin angin malam menusuk-nusuk tulang yang cuma berbalut kulit. aku merintih kelaparan di tengah suburnya tanah ini di tengah lumbung padi. salah apa aku hingga kau tega memberikan ini kepada seorang anak yang berumur 17th yang sudah lama ditinggalkan orang tuanya. terkantung-katung di tengah kota metropolitan yang begitu memuakkan dan tak mempunyai hati. di tengah rintihanku dan amarahku yang memuncak. tiba-tiba kakek itu datang lagi kepadaku membawa sebungkus nasi dan teh. dia menopangku untuk duduk dan mnyuapiku. tak berapa lama aku seakan menerima energi baru untuk menopang tubuhku. lalu kakek itu membawaku ke gubuk tua di pinggir kali yang berbau busuk, dan merebahkanku di atas alas kardus kulkas dengan buntelan kain kumuh sebagai bantal.
Aku terbangun seorang diri di Gubuk yang atapnya penuh lubang-lubang sehinggah membiarkan cahaya matahari masuk. aku tidak menemukan seorangpun di sana. aku mencoba untuk berdiri berharap melihat kakek yang semalam menolongku. aku terperangah kaget melihat kakek tua itu kaku menekuk lutut. ku dekati dan berharap masih ada tanda kehidupan. ku coba untuk mendeteksi aliran nadinya dan mendekatkan jari ke hidungnya. dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. air mataku menetes, kurangkul tubuhnya yang hanya berbalut kulit. ku peluk erat sangat erat berharap bisa mengucapkan kata terima kasih untuk yang terakhir kalinya. aku sangat berutang budi pada dia, karena telah menolongku di tengah carut marut kota kotor yang hanya mementingkan diri-sendiri.
setelah hari itu , aku seakan mendapatkan energi baru untuk kehidupan yang lebih baik berharap bisa menolong orang-orang yang kurang beruntung seperti aku dan kakek itu. aku berjalan tak tentu arah dan menolong orang-orang yang sedang perlu bantuan mulai dari ngangkut barang dagangan di pasar, hingga jadi juru parkir. aku lakukan dengan hati ikhlas berharap cita-citaku tercapai untuk menolong orang yang kehidupannya tidak beruntung. setiap hari aku sempatkan untuk berdoa di moshollah satunya di pasar. setiap waktu adzan tiba aku dengan sigab melangkah ke mushollah untuk mengumandangkan adzan. ku lakukan ini setiap hari dan bekerja serabutan di pasar abang yang penuh bau amis dan bau busuk sampah. hingga suatu hari ada orang yang menawarkan aku untuk kerja ditokonya karena dia melihat kerjaku yang rajin dan cekatan. aku sangat bahagia bisa bekerja di toko yang lumayan besar dengan lantai tiga milik pak haji imron yang terkenal kedermawanannya. sejak saat itu aku tinggal di rumah pak haji imron dan selalu mendapatkan nasihat-nasihat baik darinya. anak pak haji imron satu-satunya tewas diperkosa di bawah jembatan penyebrangan orang(JPO) selesai pulang sekolah. dia hanya tinggal berdua dengan istrinya yang sering sakit-sakitan. malam itu pak haji imron, bu sutami dan aku lagi bercengkramah di ruang utama. dan begitu senangnya ketika pak haji imron bilang bahwa mengangkat aku untuk jadi anaknya dan menyerahkan toko besarnya untuk dikelola oleh aku.
hari bertambah hari, penyakit bu sutami bertambah parah, kanker payudarah yang menggorokoti tubuhnya memasuki stadium empat. dan hari-harinya hanya dilewati di atas ranjang. hinggah suatu malam aku dikagetkan oleh suara pecahan gelas yang jatuh ke lantai tepat di ruang bu sutami dan pak imron berada. aku bergegas kekamar mereka dan begitu terkejutnya melihat bu sutami terkapar di lantai. aku dan pak imron segera menggotongnya ke kasur dan segera menelpon dokter yang biasa mengurus bu sutami. dan hari burukpun terjadi tepat jam 12:30 dini hari bu sutami menghembuskan nafas terakhirnya. aku dan pak imron begitu terpukul mengahadapi peristiwa memilukan ini. aku tidak mengerti mengapa orang sebaik mereka harus menghadapi cobaan yang berat seperti ini. seperti kakek yang telah menolongku di jalang yang mati setelah berbuat kebaikan. aku sungguh bingung, mengapa alam membalas orang yang berbuat baik dengan kesedihan yang mendalam. atau apakah karena mereka tidak rela orang-orang baik seperti mereka disakiti oleh orang sehingga mengambilnya untuk kembali ke alam.
aku masih terdiam duduk di pinggir mushollah, hingga matahari menerpa dan menyadarku bahwa sudah 4 jam aku duduk melamun di mushollah al alam. pasar yang sejak tadi riuh seakan membiarkanku untuk menikmati lamunannya. aku sungguh tidak terima kalau orang-orang baik seperti mereka harus dapat balasan dengan penderitaan. dan mulai hari ini aku berjanji dalam hidupku untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung agar banyak lagi orang yang berbagi kasih untuk sesama untuk kehidupan yang penuh misteri ini. hidup ini sangat singkat untuk berfoya-foya dan menelantarkan mereka yang kurang beruntung.
Malang 23 April 2014
Rudi A
0 komentar:
Posting Komentar